Tuluskah Aku Mencintai-MU?
إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّه وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
“Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (Q.S An-Nisa’ : 46)
Rasululllah Saw. bersabda :
“Bila seseorang telah dicintai Allah maka seluruh makhluk akan mencintainya.” Disebutkan dalam hadits lain, “Bila Allah telah mencintai seseorang, Allah memanggil Jibril dan memberitahunya bahwa ia telah mencintai si fulan, maka Allah menyuruh Jibril untuk mencintainya, selanjutnya Jibril pun memberi tahu para malaikat bahwa Allah mencintai si fulan, maka seluruh malaikat mencintainya, kemudian Allah menjadikannya orang yang diterima di bumi.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Seperti yang sudah diketahui teramat jauh perbedaan antara cinta dan nafsu, salah satunya yang terdapat pada cinta adalah keihlasan yang tanpa pengharapan, sedangkan yang terdapat pada nafsu adalah sebuah tuntutan kepuasan.
Mari kita kembali ambil suri tauladan dari wanita sufi Rabi’ah Al Adawiyyah dalam munajatnya ia merintih pada Dzat yang tak ada cinta selain dari-Nya, “Wahai Alloh, adzablah hamba kalau seumpama ibadah hamba semata hanya mengharap surga-Mu dan takut akan neraka-MU”.
Ketulusan cinta tidak akan pernah menuntut pada apa yang dicintai untuk memenuhi semua permintaan yang kita inginkan, karena keihlasanlah yang dikedepankan dalam hal ini seperti ketika berdo’a, berkurangkah ibadah ketika suatu do’a belum diijabah?. Dan nafsu juga akan berontak jika keinginan yang kita harapkan tidak juga dikabulkan, hingga berakibat makin lemahnya keimanan.
Dijelaskan dalam kitab Durratun Nasihin bahwa kekuatan cinta mampu menyelamatkan orang yang dicintainya dan selamat dari api neraka. Seperti yang terjadi pada dua orang sahabat yang dikisahkan orang-orang sholih terdahulu. Hiduplah dua orang sahabat yang saling menyayangi, dengan landasan mencintai karena Alloh dan membenci pun karena Alloh. Namun sayang keduanya memunyai perilaku yang sangat berbeda, yang satu seorang pemuda sholih tapi yang satunya lagi bisa dikatakan pemuda yang suka melakukan kemaksiatan dan jauh dari agama.
Hingga pada suatu masa, ketika pemuda yang sholih tadi akan dimasukkan kedalam surga iapun berkata “wahai Alloh, dimanakah sahabatku..”, “karena perbuatannya sewaktu didunia diapun sudah dimasukkan kedalam neraka”, “wahai Alloh kiranya Engkau mengijinkan jika hamba masuk surga bersama dia, karena persahabatan kita sewaktu didunia”. Hingga ahirnya Alloh pun mengabulkan permintaannya. (wallohu a’lam)
Dari Anas bin Malik ra berkata: Nabi Muhammad saw bersabda: “Seseorang tidak akan pernah mendapatkan manisnya iman sehingga ia mencintai seseorang, tidak mencintainya kecuali karena Allah; sehingga ia dilemparkan ke dalam api lebih ia sukai daripada kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan darinya; dan sehingga Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selainnya.” (HR. Bukhari)
Serta kisah Layla dan Qois atau yang dikenal dengan sebutan Layla Majnun. Perjalanan cinta mereka tidak bisa bersatu didunia. Kerinduan yang teramat dalam sudah tak mampu dihadapi oleh Layla hingga ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Dan ketika Qois mendengar kabar kematian kekasihnya, dengan perasaan hancur langsung mendatangi makam sang kekasih, sambil menangis keras diatas batu nisan iapun menghembuskan nafas terahirnya.
Hingga terdengar kabar, setelah kematian keduanya “semalam aku bermimpi melihat Layla dan Qois sedang duduk ditaman yang sangat indah. Kemudian aku bertanya “amal apa yang bisa membuat kalian ada disini?”, kemudian Qoys menjawab “Alloh telah ridlo dengan cinta kami”.
Seperti yang dijelaskan dalam hadits : “Man ‘asyiqo fa’affa wakatama famaata fahuwa syahiidun” (barang siapa yang sudah rindu sekali, lalu menjaga diri serta menyembunyikan hingga ia meninggal, maka orang itu mati syahid).
Kemudian cinta sejati kepada mahluk itu apakah ada? Sedang cinta hanya bermuara kepada-Nya?. Apa yang kita rasakan saat ini? Dan apa sebenarnya yang kita cintai?. Karena yang cenderung terjadi cinta kita kepada mahluk semakin menjauhkan kita dari cinta yang menciptakan mahluk.
[ http://tanbihun.com ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar